SEBUAH BLOG YANG PASTINYA TIDAK SESEMPURNA YANG ANDA BAYANGKAN.
Alvi Yasin M;Buat Lencana Anda
Senin, 12 November 2012
MAMA'S COAT TERJEMAHAN
TITLE : MAMA’S COAT
BY : GEORGE BAKER
YEAR : 1978
Lyric:
It was on Monday morning
My first day to school
I didn’t have a coat to wear
Outside it was so cold
We live with mama and daddy
Under outside of town
They couldn’t give us so much
But never turn around
The snow was slowly falling
The sky was dark and rained
The kids at school look at to me
Because I wear no coat
Look like be in the evening
I cried away at home
My mama couldn’t stand
And sold her only coat
Reff: oh mama, sweet mama
She sold her only coat
Oh mama, sweet mama
She sold her only coat
As I remember mom
And how she came to me
She said “son, I can give you
The most of everything”
Oh yes, I will remember
Until I cry and mourn
And mama smile while she gave me
A brand new winter coat
Terjemahan:
Pada saat itu hari Senin pagi
Hari pertamaku bersekolah
Saya tidak memiliki jas hujan untuk dipakai
Padahal di luar begitu dingin
Kami tinggal dengan mama dan papa
Yang begitu jauh dari kota
Mereka tidak bisa member lebih
Namun mereka tidak pernah berpaling
Salju turun dengan perlahan
Langit gelap dan hujan
anak- anak di sekolah memperhatikanku
karena saya tidak memakai jas hujan
menjelang sore harinya
Saya berjalan sambil menangis menuju rumah
Mama saya tidak tinggal diam
Dan menjual satu- satunya jas hujan miliknya
Reff: oh mama, mama yang baik hati
Dia menjual jas hujan satu- satunya miliknya
Oh mama, mama yang baik hati
Dia menjual jas hujan satu- satunya miliknya
Ketika saya mengingat mama
Dan bagaimana dia mendatangiku
Dia mengatakan “nak, saya dapat memberimu
Segalanya yang terbaik”
Oh ya, saya akan mengingat
Hingga saya menangis dan pada akhir hayat nanti
Dan mama tersenyum ketika dia memberikan ku
Sebuah jas musim dingin yang baru
MAMA’S COAT (JAS HUJAN MAMA)
Sebuah keluarga kecil yang tinggal di suatu daerah yang jaraknya cukup jauh dari kota, di dalam keluarga kecil itu hanya ditinggali dua orang saja, seorang ayah, seorang ibu dan seorang anak yang akan melanjutkan studinya ke sekolah menengah pertama. Kehidupan mereka cukup memprihatinkan, tak ada sepetak keramikpun dirumahnya hanya ada lantai yang terbuat dari tegel tua yang sekiranya sudah rusak dimakan usia, dinding dinding yang terbuat dari bamboo, semuanya terlihat rapuh dengan lubang lubang sebesar kepalan tangan orang dewasa yang menghiasinya. Atap rapuh yang melindungi mereka dari teriknya panas matahari dan dinginnya udara malam yang mencekam.
Hanya jas hujan yang dimiliki sang ibu untuk bekerja, sang ibu bekerja sebagai pengumpul kayu di hutan dekat tempat tinggalnya, sangatlah berharga jas hujan tersebut, benda itulah yang menghidupi keluarga miskin ini dari kelaparan, sang ayah hanya seorang pengagguran setelah ia terserang penyakit, sekarang ia hanya terbaring lemah di tempat tidurnya yang lapuk. Keluarga ini dianugerahi oleh Allah seorang anak yang pandai dan rajin, ia selalu mendapat juara kelas disaat ia duduk di bangku sekolah dasar yang akhirnya mengantar ia ke jenjang sekolah menengah pertama favorit karena ia mendapat beasiswa dari sekolah dasarnya, ia sadar bahwasanya ia hidup di keluarga yang sangat sebarba kekurangan, jangankan untuk menyekolahkannya atau untuk membelikan peralatan sekolah untuknya, untuk makan sehari haripun ibunya harus bekerja keras membanting tulang untuk sesuap nasi, kalaupun itu ada kayu kayu ataupun ranting ranting yang didapatnya, jika tidak ada yang dibawanya pulang mereka hanya makan dari belas kasih tetangganya meskipun itu makanan sisa.
Semangat dan sifat pantang menyerah anak inilah yang berbuah manis untuk melanjutkan pendidikannya, setiap harinya sang anak membantu ibunya mencari ranting ranting pohon untuk dijual kepada seseorang yang membutuhkannya. Ayahnya dirumah menunggu dengan rasa sakit disekujur tubuhnya karena mereka tidak bisa membelikan obat untuknya. Setelah pulang mencari kayu sang anakpun langsung belajar dari buku buku lusuh pemberian dari gurunya di sekolah dasar dulu, walaupun harus beli ia akan membeli yang bekas karena tak cukup uang untuk membeli buku pelajaran baru. Dipelajarinya berulang ulang tanpa bosan dengan harapan agar dia kelak dapat membahhagiakan dan membanggakan kedua orang tuanya dengan jerih payahnya tersebut yang tidak lupa dipanjatkan pula do’a setiap harinya. Kelusuhan buku tersebut tak membua semangat anak ini padam , hanya ditemani oleh cahaya bulan purnama dan sebatang lilin kecil anak itu tetap belajar meskipun hari telah larut malam dan lelah yang hinggap di sekujur tubuhnya, tak merasa lelah sedikiitpun bahkan mengeluh.
Memandangi kedua orang tuanya yang tertidur pulas sesekali ia meneteskan air mata akan kehidupan yang dia alami, namun ia tetap sabar menjalani kehidupannya ia yakin Allah akan memberinya jalan disuatu saat nanti dan berjanji didalam hatinya sendiri untuk merubah kehidupannya demi orang tuanya. Hari pertama masuk masuk sekolahpun tiba setelah libu cukup lama, tahun pelajaran barupun telah datang. Ketika itu musim salju tiba, sang surya tak menampakkan sinarnya sedikitpun untuk menyinari bumi, begitu dinginnya udara dipagi hari itu , di sertai salju putih bersih turun perlahan dari langit yang membasahi tanah tanah gersang yang sekian lama tak pernah turun salju musim lalu.
Di hari Senin pagi itu anak anak bergegas ke sekolahnya, tampak mobil berjejer di depan sekolah itu, maklumlah SMP tersebut yang terbaik dan terfavorit di daerah itu, hanya orang kaya dan pintarlah yang dapat masuk ke sekolah tersebut. Kepintaran anak itulah yang menolongnya untuk melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah pertamaa terbaik itu, tak peduli dinginnya udara di pagi hari itu, ia tetap bersekolah karena ia sadar ia hanya dapat bantuan beasiswa dari sekolah dasarnya dan tidak mau mengecewakan guru guru yang telah mempercayainya.
Tak lupa mencium tangan ayang dan ibunya dan meminta do’a restu dari keduannya agar diberi kelancaran oleh Allah di hari pertama sekolahnya. Mengetahui turunnya salju di luar, sang ibu menawarkan jas hujan satu satunya beralasan agar anaknya tidak kedinginan dan sakit di hari pertamanya sekolah, akan tetapi sang anak menolak dan bergegas berangkat. Beralaskan sepatu butut yang dipakainya sewaktu duduk di sekolah dasar dulu ia berangkat kesekolah barunya dengan langkah langkah kecilnya, namun tidak dapat memungkiri bahwa udaranya sangat dingin, dipanggul tas diatas kepalanya guna menutupi dirinya dari salju yang sekian lama semakin lebat, sesekali ia berteduh untuk menghangatkan badannya dibawah pohon yang cukup besar di pinggir jalan. Tak dipakainya jas hujan milik ibunya yang mungkin membuatnya sedikit cukup hangat di pagi itu, karena ia tahu bahwa ibunya lebih memerlukan jas hujan tersebut untuk menghidupi ia dan ayahnya.
Setiba di sekolah barunya, sang anak hanya tertegun melihat teman teman barunya hamper semua memakai jas hujan yang terlihat sangat hangat. Namun ia hanya tersenyum kecil , lagi lagi hinggap di pikirannya bahwa ia orang tak berpunya, dan sadar mereka adalah anak anak orang kaya, semua keperluan, kebutuhan dan keinginannya di penuhi oleh orang tua mereka tanpa susah payah, di terima di sekolah terbaik tersebut baginya sudah lebih dari cukup.
Semua anak anak di sekolah itu melihatnnya sembil tertawa terbahaak bahak layaknya sedang melihat sebuah hiburan, ia di tertawakan karena anak tersebut tidak mengenakan jas hujan dan sekujur tubuhnya putih terkena butiran butiran salju yang agak basah, dalam hatinya menangis namun ia tetap sabar menghadapi cobaan dan cemoohan anak anak itu. Di ruangan kelas hanya ia yang paling memprihatinkan, mengenakan baju yang lusuh, alas kaki yang butut, tas sekolaha yang using, peralatan sekolah yang tidak lengkap membuatnya semakin sakit hati ketika dipandangnya semua teman temannya memakai peralatan dan perlengkapan sekolah yang serba baru dan mahal, yang pasti tidak mampu di milikinya.
Tak ada yang mau berteman dengannya di dalam ruangan kelas, semua menjauhinya, namun ia justru menjadikan itu sebagai cambuk dan motivasi nya untuk lebih maju agar ia bisa menjadi sukses, kaya dan tidak lagi dipandang sebelah mata oleh siapapun. Pada saat pengenalan , semua anak anak rata rata ditanya gurunya tentang apa pekerjaan orang tua mereka, semunya hamper menjawab pengusaha dan pengusaha, giliran anak itu maju dan menjawab bahwa ibunya hanya seorang pengumpul ranting lagi lagi seluruh isi kelas tertawa meremehkannya. Tak ada emosi di dalam hati anak itu, apalagi balas dendam kepada teman teman sekelasnya, ia hanya tersenyum kecil melihat teman temannya menertawainya.
Di setiap pelajaran di dalam ruangan kelas, ia selalu memperhatikan dengan seksama dan mencatatnya dibuku catatannya tentang segala apa yang diterangkan oleh gurunya, berbeda dengan anak anak lain di kelas itu yang hanya bercanda, bersenda gurau, ada juga yang tidur dan tidak memperhatikan pelajaran juga apa yang diterangkan di depan kelas. Ia mendapat pujian dari guru gurunya karena ia aktif bahkan paling aktif di dalam kelas. Bel pulang berbunyi, segera anak anak pulang dari sekolah, sang anak berjalan sambil mengumpulkan ranting ranting yang ada di jalan.
Mejelang sore harinya ia berjalan sambil menitihkan airmata menuju rumahnya karena ia teringat kejadian di sekolah tadi akan cemoohan dan ejekan teman teman barunya, sesampainya di rumah ibunya mengetahui bahwa anaknya menangis langsung menanyainya dan apa yang terjadi kepadanya dengan kekhawatiran seorang ibu. Sang anak berterus terang bahwa ia di cemooh teman temannya karena ia tak memiliki jas hujan seperti apa yang dimiliki anak anak di sekolahnya.Mendengar cerita anaknya , hati nurai ibu itu tidak tinggal diam, ia menjual satu satunya jas hujan yang dimilikinya padahal jas itu yang menghidupinya dan keluarganya selama ini, sang ibu mengatakan kepada anaknya bahwa ia akan memberikan yang terbaik untuk sang anak, sang anak langsung memeluk erat ibunya.
Setelah terjual, sang ibu membelikan jas musim dingin yang baru dari hasil penjualan jas hujan lamanya tanpa sepengetahuan anaknya. Keesokan harinya ibu itu mendekati anaknya dan mengatakan bahwa hanya benda ini lah yang dapat ia berikan sembari memberikan sebuah kado merah tua indah yang cukup besa, dibukanya sambil penasaran , ternyata sebuah jas musim dingin baru yang diinginkannya semenjak lama, ia menghampiri ibunya dan langsung memeluknya samil meneteskan air mata bahagia, ia sangat berterima kasih , berjanji akan merawat jas hujan itu dengan sungguh sungguh .
Sejak saat itu dan Berkat jas musim dingin pemberian ibunya tersebut, sang anak sudah tidak kedinginan lagi di luar ruangan, ia lebih berkonsentrasi belajar dan tak ada satupun teman teman dikelas yng mencemoohnya lagi karena ia sangat pandai dan selalu mendapat juara sampai ia lulus dari sekolah itu.ia mendapat beasiswa sampai lanjut ke universitas impiannya. Sejak saat itu pula ibunya yang tidak memakai jas hujan untuk melindungi tubuh rentanya ternyata megidap penyakit hipotermia sampai stadium akhir, akan tetapi sang anak tidak mengetahuinya karena sang ibu tidak bercerita kepadanya.
Seharusnya sang ibu harus dirawat intensif di rumah sakit akan tetapi semuanya terlambat…. Tubuh tua yang renta itu tak dapat menahan lagi rasa sakit yang di deritanya hingga akhirnya ajal menjemputnya, sang anak merasa bersalah karena dia yang telah membuat ibunya menjual jas hujannya. Sang anak hanya menangis dan tak bisa berbuat apa apa, setiap malam ia mendoakan ibunya agar diberi pengampunan dan di terima di sisiNya. Padahal seminggu lagi ia akan di wisuda. Ia sangat sedih karena belum bisa membahagiakan kedua orang tuanya yang saat itu hanya sang ayah yang menemani anak itu yang diluar dugaan bisa sembuh dari penyakitnya..
Sampai sekarang, ia sudah menjadi pengusaha sukses berkat kerja kerasnya dan terutama berkat kedua orang tuanya, terutama sang ibu … sambil memegangi jas musim hujan yang dulu di berikan oleh ibunya untuknya, ia terus memikirkan ibunya meski ia telah sukses. Walaupun sang ibu tak ada di sampingnya, tetapi ia yakin bahwa ibunya tersenyum bahagia disurga sana….
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar