SELAMAT DATANG....................... Alvi_Yasin_Martindo Blogspot
MY 1 ST FACEBOOK... ADD MEE. Alvi Yasin MartindoBuat Lencana Anda
MY 2 ND FACEBOOK... ADD MEE TOO.. Alvi Yasin M;Buat Lencana Anda
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اﷲِارَّحْمَنِ ارَّحِي Site Meter

Senin, 12 November 2012

JURNAL ILMIAH TENTANG STUDI GEMPA DAN TSUNAMI DI INDONESIA

GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KEPULAUAN INDONESIA Earthquake and Tsunami in Indonesia Oleh : Alvi Yasin Martindo Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Jalan Ir. Sutarmi No.36 A Kentingan Surakarta 57126 Telp. (0271) 646994 Psw.329 : 663484 ; 654311; Fax. 654311 E-mail : yashindblaine@gmail.com ABSTRAK Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang rawan terhadap bencana alam khususnya gempa bumi dan tsunami karena Negara Indonesia terletak diantara daerah atau zona patahan antara lempeng benua dan lempeng samudera dan tiga lempeng besar lainnya seperti Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik, dari arah barat Sumatera, menuju ke arah selatan Jawa ,Nusa Tenggara Barat, Sulawesi hingga Papua. Kata Kunci : Gempa Bumi, Tsunami, Lempeng PENDAHULUAN Kepulauan Indonesia merupakan salah satu wilayah dengan tatanan tektonik paling kompleks dan aktif di dunia. Interaksi kompleks antara tiga lempeng besar , yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Pasifik telah menyebabkan kepulauan Indonesia mempunyai aktivitas gempa yang sangat tinggi. Di antara gempa gempa yang terjadi di kepulauan Indonesia terutama gempa dangkal yang terjadi di dasar laut telah menimbulkan tsunami yang sangat dahsyat dalam kurun waktu dari tahun 1965 sampai 1998. Bagi kalangan ilmuwan di dunia yang mempelajari tsunami, Indonesia dikenal sebagai tempat terjadinya tsunami dahsyat akibat letusan Gunung Krakatau pada tanggal 26 Agustus !883. Letusan tersebut telah menyebabkan terjadinya tsunami dahsyat yang menyapu meluluh lantahkan daerah daerah pantai selatan Sumatera dan Jawa bagian barat. Bencana tersebut tercatat sebagai bencana tsunami dalam sejarah kehidupan manusia. Tinggi maksimum gelombang tsunami yang mencapai garis pantai diperkirakan mencapai 35 meter, sedangkan korban jiwa yang di sebabkan oleh tsunami tersebut tidak kurang dari 36.000 orang. Di samping bencana tsunami yang disebabkan oleh Gunung Krakatau pada tahun 1883, kepulauan Indonesia sesungguhnya lebih sering dilanda gelombang tsunami yang disebabkan oleh terjadinya gempa di dasar laut. Tidak kurang dari 88 kejadian tsunami yang dibangkitkan oleh gempa yang terjadi di kepulauan Indonesia selama periode tahun 1600 sampai 1998 yang menyebabkan sekitar 17.000 orang meninggal dunia. Berdasarkan terjadinya, 33 kejadian di antaranya terjadi di wilayah Busur Sunda, 27 tsunami terjadi di kepulauan Maluku, dan 19 tsunami terjadi di wilayah Busur Banda Sementara itu, dalam periode 35 tahun terakhir dari tahun 1965 sampai dengan tahun 1998 terjadi tidak kurang dari 11 kejadian tsunami akibat gempa. Di antaranya adalah 3 kejadian tsunami yang terjadi pada dekade tahun 1990-an, yaitu tsunami yang terjadi di Flores 12 Desember 1992 dengan korban jiwa mencapai 2.100 orang meninggal dunia, tsunami di daerah Banyuwangi pada 2 Juni 1994 dengan korban jiwa mencapai 238 orang meninggal dunia, dan tsunami di daerah Biak 17 Februari 1996 dengan korban jiwa mencapai 160 orang meninggal dunia. Daftar Tsunami Akibat Gempa di Indonesia dari Tahun 1965 sampai 2006 No Tanggal Run-Up Korban Daerah Bencana 1 24-01-1965 4 meter 71 Seram, Maluku 2 11-04-1967 - 58 Tinambung, Sulsel 3 14-08-1968 6-10 meter 200 Tambu, Sulteng 4 23-02-1969 10 meter 64 Majene, Sulsel 5 19-08-1977 15 meter 316 Sumba, NTT 6 23-12-1982 - 13 Larantuka, NTT 7 12-12-1992 26 meter 2.100 Flores, NTT 8 02-06-1994 14 meter 238 Banyuwangi, Jatim 9 01-01-1996 3-6 meter 9 Palu, Sulteng 10 17-02-1996 12 meter 160 Biak, Irian Jaya Satu fenomena alam yang tiada satu manusia, atau alat apapun, yang mampu mencegah dan meramalkan kapan gempa bumi dan tsunami tersebut akan datang atau terjadi. Padahal secara geologis hampir semua daerah di Indonesia ini tidak ada satu pun lokasi yang akan luput dari resiko bencana tsunami dan gempa bumi tektonik. Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana caranya meminimalisasi akibat gempa dan tsunami yang sering terjadi di negara kita ini bila suatu saat gempa bumi tektonik dan tsunami tersebut tiba tiba datang kembali dan menewaskan sebagian penduduk di kepulauan Indonesia ? Studi ini bertujuan : 1. Mengkaji permodelan tsunami di kepulauan Indonesia 2. Mengkaji kejadian gempa tektonik di Bantul/ Klaten dari tinjauan geologis 3. Mencari alternative atau zonasi gempa ( solusi pra gempa) METODE PENELITIAN( KAJIAN GEOLOGIS MEKANISME GEMPA TEKTONIK DAN TSUNAMI) Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas. Oleh karena itu, maka lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi. Teori lempeng tektonik merupakan kombinasi dari teori sebelumnya yaitu: Teori Pergerakan Benua (Continental Drift) dan Pemekaran Dasar Samudra (Sea Floor Spreading). GAMBAR 1. LEMPENG LEMPENG YANG BERADA DI DUNIA GAMBAR 2. LEMPENG LEMPENG YANG TERSEBAR DI SELURUH DUNIA Lapisan paling atas bumi, yaitu litosfir, merupakan batuan yang relatif dingin dan bagian paling atas berada pada kondisi padat dan kaku. Di bawah lapisan ini terdapat batuan yang jauh lebih panas yang disebut mantel. Lapisan ini sedemikian panasnya sehingga senantiasa dalam keadaan tidak kaku, sehingga dapat bergerak sesuai dengan proses pendistribusian panas yang kita kenal sebagai aliran konveksi. Lempeng tektonik yang merupakan bagian dari litosfir padat dan terapung di atas mantel ikut bergerak satu sama lainnya. Ada tiga kemungkinan pergerakan satu lempeng tektonik relatif terhadap lempeng lainnya, yaitu apabila kedua lempeng saling menjauhi (spreading), saling mendekati(collision) dan saling geser (transform). Jika dua lempeng bertemu pada suatu sesar, keduanya dapat bergerak saling menjauhi, saling mendekati atau saling bergeser. Umumnya, gerakan ini berlangsung lambat dan tidak dapat dirasakan oleh manusia namun terukur sebesar 0-15cm pertahun. Kadang-kadang, gerakan lempeng ini macet dan saling mengunci, sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai pada suatu saat batuan pada lempeng tektonik tersebut tidak lagi kuat menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi. GAMBAR 3. LEMPENG INDO AUSTRALIA DAN LEMPENG EURASIA GAMBAR 4. DAERAH RAWAN GEMPA DAN TSUNAMI DI KEPULAUAN Keterangan : Bagian Barat P. Sumatera, Selatan P. Jawa, Nusa Tenggara, Bagian Utara Papua, Sulawesi dan Maluku, serta Bagian Timur P. Kalimantan HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis : -Pemodelan Tsunami di kepulauan Indonesia Studi tentang pemodelan penjalaran gelombang tsunami baru dimulai pada tahun 1969 di Jepang. Pemodelan tsunami pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui tiga parameter utama tsunami yaitu : -arah dan kecepatan penjalaran gelombang -tinggi gelombang yang mencapai pantai atau sering disebut Run-up -waktu tiba atau arrival time tsunami di pantai Dalam permodelan tsunami, sumber pembangkit tsunami di asumsikansebagai gempa yang menimbulkan perubahan dasar laut dalam arah vertikal. Pemodelan tsunami memerlukan dua input utama, yaitu karakteristik pensesaran gempa pembangkit tsunami dan karakteristik pensesaran gempa pembangkit tsunami dan karakteristik bati- metri dasar laut. Parameter sesar yang diperlukan sebagai input bagi pemodelan gejala alam tsunami adalah: -geometri sesar yang meliputi panjang, lebar, strike, dip, dan slip. -dislokasi - kedalaman pusat gempa yang di asumsikan sebagai pusat pensesaran. Panjang, lebar, dan arah strike bidang sesardi peroleh dari pengeplotan gempa susulan atau after shock yang biasanya selalu menyertai gempa utama atau main shock yang membangkitkan terjadinya tsunami. Besaran dip adan slip di peroleh dari solusi mekanisme fokus gempa focal mechanism yang merupakan representasi dari proses yang menimbulkan pensesaran yang menimbulkan gempa tersebut. Dislokasi vertikal diperoleh dari penerapan metode Mashinha dan Smylie berdasarkan input harga magnitudo gempa. Batimetri dari dasar laut yang diperoleh dari peta batimetri harus diubah menjadi data numerik dengan cara digitasi. Pada metode pemodelan yang di kembangkan oleh Immamura beberapa persamaan dasar yang digunakan adalah sebagai berikut : X dan y adalah koordinat ruang dalam arah horisontal, t adalah waktu, M dan N adalah discharge dalam arah x dan y, q merupakan elevasi permukaan air laut, D adalah kedalaman total yang diberikan oleh h + n dengan h adalah kedalaman air laut, dan n adalah koefisien kekasaran Manning. Pada persamaan, suku kedua dan ketiga merupakan suku non linier, sedangkan suku kelima merupakan suku gesekan dasar laut. Penyelesaiann numerik dari ketiga persamaan tersebut dilakukan dengan pendekatan beda hingga metode Leap Frog Staggered. Berikut ini ditampilkan dua contoh pemodelan tsunami yang teerjadi di kepulauan Indonesi untuk kasus tsunami earthquake Banyuwangi 3 juni 1994 dan tsunamigenic earthquake Biak 17 Februari 1996. Tsunami Banyuwangi 1994 yang mengakibatkan sekitar 200 orang meninggal dibangkitkan oleh gempa yang terjadi pada tanggal 3 Juni 1994 jam 01.17 dini hari dengan pusat gempa terletak sekitar 200 km sebelah selatan pulau jawa pada koordinat 10,690 LS dan 113,13’ BT. Model sumber tsunami ditentukan berdasarkan parameter gempa dari solusi CMT (Centroid Moment Tensoo Harvard University). Kedalaman pusat gempa 15 km, megnitudo momen Mw = 7,6 dan momen seismik Mo = 3,5 x 1027 dyne-cm. Gempa mempunyai mekanisme fokus tipe thrusting fault dengan dip = 12, strike = 2840, dan slip = 990. Dari sebaran gempa susulan dimensi pensesaran diperkirakan (L x W, panjang x lebar) = 80 x 40 km. Dari data paarameter gempa tersebut diasumsikan digitas kerak oseanik norma g = 3,5 x 1016 dyne/cM 2 dan Mo dislokasi d = 3,3 meter. Simulasi numerik tsunami Banyuwangi 1994 dilakukan sampai waktu t = 90 menit setelah terjadinya gempa. Hasil simulasi penjalaran gelombang tsunami pada saat t = 45 menit setelah terjadinya gempa. Hasil pemodelan menunjukkan pada saat t = 45 menit setelah terjadinya gempa sebagian gelombang tsunami telah mencapai pantai. Hasil tersebut menunjukkan bahwa arrival time hasil pemodelan berkisar antara 3 sampai 5 meter. Hasil ini lebih kecil dari pada data pengamatan di Pancer yang berkisar antara 5,7 sampai 9,4 meter. Hasil simulasi menunjukan bahwah 45 menit setelah terjadinya gempa, puncak gelombang tsunami telah sampai di sebagian Pantai Selatan Banyuwangi. Jarak pusat gempa ke pantai sekitar 200 km Tsunami Biak yang terjadi pada tanggal 17 Februari 1996 dengan korban sekitar 160 orang disebabkan oleh gempa dengan magnitudo M = 8,2 SR dan hiposenter terletak di sebelah utara Pulau Biak pada koordinat 0,60 LS, 136 ‘ 6 BT dan kedalaman 15 km. Analisis CMT menunjukkan bahwa gempa tersebut mempunyai mekanisme fokus tipe thrust fault dengan momen seismik Mo = 22 x 1021 Newton meter. Dari distrubusi after shock diperkirakan bahwa dimensi sesar adalah 180 km x 50 km. Gempa tersebut berasosiasi dengan aktivitas subduksi lempeng Carolina. Pemodelan tsunamidilakukan sampai t = 60 menit setelah terjadinya gempa, sedangkan hasil simulasi untuk t 10 menit setelah terjadinya gempa dari hasil pemodelan menunnjukkan bahwa pada t = 10 menit setelah terjadinya gempa, gelombang tsunami telah menyapu seluruh pantai utara Pulau Biak. Hal ini sesuai dengan data pengamatan lapangan yang menyatakan bahwa gelombang tsunami sampai di pantai sekitar 5 sampai 7 menit seelah gempa. Harga maksimum run – up hasil pemodelan yang berkisar antara 4 sampai 5 meter sesuai dengan data pengamatan yang menunjukkan run – up maksimum berkisar antara 4 sampai 7 meter. Hasil simulasi menunjukkan bahwa 10 menit setelah terjadinya gempa, puncak gelombang tsunami telah sampai di seluruh bagian Pantai Utara Biak. - Zonasi Gempa Kesiapan yang diperlukan dalam menghadapi datangya bencana gempa di antaranya adalah kesiapan ifrastuktur dan struktur bangunan yang tahan terhadap pembebanan gempa. Informasi tentang besarnya resiko gempa, karakteristik kegempaan, dan pengaruh kondisi lokal terhadap gelombang gempa merupakan masukan yang sangat diperlukan. Untuk itu perlu dilakukan pembuatan zonasi gempa yang didasarkan pada sejumlah parameter tertentu misalnya, pembuatan zonasi daerah rawan gempa berdasarkan harga percepatan gempa. Pada bagian berikut inia akan di tuliskan secara ringkas beberapa penelitian penting yang berkaitan dengan pembuatan zona gempa di Indonesia. Beca Carter Hoilling dan Ferner Ltd. Membagi kepulauan Indonesia menjadi enam bagian zona berdasarkan koefisien gempa yang dapat dipakai dalam desain bangunan tahan gempa. Studi tersebut di dasarkan pada data seismologi dan geologi. Sementara itu, Wangsadinata mengeluarkan peta kontur percepatan gempa berdasarkan peta kontur frekuensi terjadinya gempa dangkal i wilayah Indonesia dengan magnitudo m > 5 per 100 tahun per derajat persegi dengan menggunakan fungsi atenuasi Donovan. Shah dan Boen melakukan analisis resiko gempa untuk berbagai periode ulang gempa. Dalam studi tersebut sumber gempa di asumsikanberasal dari zona subduksi dan zona sesar yang ditandai dengan mekanisme pensesaran yang berbeda – beda. Fungsi atenuasi Fukushima Tanaka digunakan untuk menentukan percepatan gempa mekanisme sesar geser, sedangkan untuk gempa subduksi di gunakan fungsi atenuasi Crouse. Di samping didasarkan harga percepatan gempa, zonasi gempa kepulauan indonesia juga ada yang di buat berdasarkan estimasi harga momen seismik maksimumnya. Beberapa peneliti gempa memfokuskan diri pada penelitian tentang zonasi gempa skla lokal yang disebut mikrozonasi gempa untuk DKI Jakarta. Berbagai penelitian yang dilakukan merupakan kerjasama antara Pemda Dki Jakarta dengan Lembaga Riset tentang gempa. Misalnya, Alvi Yasin telah melakukan analisis risiko gempauntuk DKI Jakarta dengan periode ulang 200 tahun. Dalam penelitian tersebut dilakukan analisis risiko dan mikrozonasi gempa pada permukaan tanah serta respons spektra permukaan. Daerah penelitian dibagi dalam lima zona, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat. Sementara itu, dalam hal mikrozonasi gempa untuk DKI Jakarta Martindo melakukan penelitian potensi liquifaksi pdaa daerah reklamasi di jalur Pantura DKI Jakarta, serta penelitian tentang dampak gempa terhadap bangunan tinggi disepanjang jalur subway. Analisis risiko gempa yang dilakukan pada berbagai penelitian tersebut dilakukan dengan cara pendekatan probabilistik. Pendekatan probabilistik merupakan cara yang cukup representatif dalam menganalisis kegempaan suatu daerah. Cara ini telah mempertimbangkan sejarah kegempaan dan sumber mekanisme gempa. Data pencatatan gempa masa lampau dijadikan sebagai data untuk memprediksi datangnya gempa di masa yang akan datang. Karakteristik kegempaan suatu daerah akan dapat dievaluasi dari sejarah dan mekanisme sumber gempa tesebut. Untuk mengetahui pengaruh kondisi lokal terhadap gempa yang terjadi maka dilakukan perambatan gelombang geser dari base rock ke permukaan tanah. Percepatan gempa di permukaan tanah ditampilkan sebagai peta kontur percepatan gempa permukaan tanah. -Kronologis Gempa Bumi Bantul – Klaten Gempa bumi yang terjadi di daerah Bantul – Klaten merupakan gempa bumi tektonik yang mempunyai hiposentrum dangkal ( sekitar 17 Km di bawah muka bumi) sehingga meskipun berskala relatif kecil ( 6,0 SR, BMG Pusat), menimbulkan dampak kerusakan yang sangat parah. Hampir semua daerah yang dilalui gelobang gempa bumi terseebut rusak parah, semua rata dengantanah, bahkan di jumpai adanya rekahan selebar 40 cm memanjang hampir 10 km, kedalamnannya sulit diperkirakan Satu hal perlu di catat adalah sesaat setelah gempa bumi terjadi, tidak diikuti adanya gelombang tsunami. Bila kita sepakat mengacu pada teori tektonik lempeng yang ada, dengan melihat anatomi mekanisme tumbukan lempeng maka bukan mustahil bahwa zona tumbukan berada sangat dekat dengan Pantai Parangtritis, Hingga hiposentrumnya diperkirakan berada tepat di bawah kota Kabupaten Bantuul (M.T Zein, 2006) Bila kita mengacu pada hasil analisa struktur Pulau Jawa Madura oleh M. Untung dan Hasegawa (1975), berdasar data gaya berat, tampak bahwa di daerah Jawa Barat, di jumpai sistem sistem patahan sesar yang berjejr sangat rapat, serta seringkali berimbikasi. Arah umum sesar anjak dan lipatan adalah barat laut tenggara. Memanjang dari Banyumas, Kadipaten, Subang, Purwakrta terus kearah barat. Sedangkan di daerah Jawa Tengah sampai Jawa Timur, arah umum struktur patahan dan lipatan, adalah utara – timur laut. Memanjang dari Kebumen, Magelang, Ungaran, Kudus. Bukti lapangan sekarang adalah diketemukannya batuan melange, yaitu batuan endapan Palunng hasil tumbukan lempeng benua-samudra, di daerah Karangsambung, Kebumen utara dan di daerah sebelah timur Malang diperkirakan adanya graben relatif besar Mengacu pada bukti lapangan di atas, maka dapat disimpulkan sementara bahwa zona tunjaman atau tumbukan lempempeng samudra – samudra jaman pra – Kapur, membentang mulai dari Kebumen utara, Klaten selatan, menerus kearah timur laut arah Rembang. Zona tersebut diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 17 km di bawah muka tanah dan melibatkan batuan dasar (basement rock). Hal ini ternyata sesuai dengan hasil penelitian Koesmadinata dan Pulunggono (1975), yang menyebutkan bahwa kerangka tektonik cekungan sediment tersier sepenuhnya di kontrol oleh “basement faulting” dan tidak selalu “basement faulting tersebut tampak di permukaan, hanya arah arah perlipatan yang mencerminkan arah “ basement faulting” tersebut. Berdasarkan konsep ini dapat disimpulkan bahwa didaerah jawa barat patahan Baribis sesuai letaknya dengan Cirebon-Banyumas Through, di mana secara genetik merupakan patahan sangat dalam dan mengikutsertakan batuan dasar, bagian barat daya relatif naik terhadap bagian timur lautnya. Diperkirakan patahan ini menerus ke pulau Sumateraa, nantinya berkembang menjadi patahan Semangko yang membelah pulau Sumatera menjadi bagian barat dan timur. Analog dengan hal ini, maka perkembangan zona tubrukan lempeng yang membentang dari Bantul, Klaten, meneruss perkembangan zona sangat – sangat mungkin. SOLUSI Pemerintah mutlak mulai mengupayakan adanya management informasi gempa yang baik seperti membuat jalur evakuasi seperti di negara Jepang, mulai dari BMG, Pemda setempat, serta aparat keamanan. Sehingga kedepan tidak terjadi lagi jatuhnya ratusan bahkan ribuan korban jiwa, juga harta benda. Bila hal ini tidak dilakukan, maka bukan tidak mungkin peristiwa ini menjadi awal hancurnya sektor wisata pantai Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Buku : Munir, Moch., 2006, Gelologi Lingkungan, Malang, Banyumedia Publishing. Sukandarrumidi, 1994, Geologi Sejarah,Yogyakarta, Gadjah mada University Press Hadiwidjoyo, Purbo, 1980, Peristilahan Geologi dan Ilmu yang Berhubungan, Bandung, Institut Teknologi Bandung Jurnal Ilmiah : Imam Hardjono, Fakultas Geografi UMS, Hirarki Gempa Bumi Dan Tsunami

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kasih Komentar Ya (Give Comment)